Adi W. Taroepratjeka

Di suatu kesempatan Adi W. Taroepratjeka pernah menyatakan kepada saya “Kita belum terbiasa menerima kritik dan malah seringkali dianggap punya niatan lain. Padahal kritik yang konstruktif akan membuat sebuah restoran lebih maju ketimbang mereka yang lebih senang dengan pujian”. Dengan bekal pengetahuan dan pengalamannya yang panjang sebagai konsultan di bidang Food & Beverage Adi beserta istrinya Mia bukanlah orang asing dalam bidang kuliner. Perusahaan mereka  Secangkir Kopi adalah tempat bagi siapa saja yang ingin mendapatkan konsultasi dan pelatihan dalam merintis usaha dibidang cafe atau restoran. Di apartemennya di kawasan KH. Mas Masykur Jakarta saya berbincang  berbagai topik, khususnya pengalaman mereka dalam bidang bisnis yang saat ini mereka tekuni.

Namanya sudah malang melintang khususnya di dunia kopi dan salah satu punggawa kuliner di milis Jalansutra. Dengan keragaman latar belakangnya yang penuh warna, agak sulit menulis tentang seorang Adi yang juga tahu banyak tentang minuman anggur karena pernah mendapatkan pelatihan sommelier. Saat masih berkuliah di sekolah perhotelan di Bandung ia malah asyik membangun bisnis restoran bersama teman-temannya. Lebih tepat disebut dengan kerja bakti karena Adi tidak pernah berhitung berapa keuntungan yang akan ia peroleh karena ia memperoleh kenikmatan bermain dengan aneka resep dan rasa. Keahlian inilah yang terus ia kembangkan hingga sekarang dan sering dijadikan konsultan rasa oleh beberapa perusahaan makanan. Coba saja anda bayangkan masakan pasta Italia yang saya nikmati ia beri bumbu masakan Bali, sebuah eksperimen yang mungkin tidak pernah terlintas oleh seorang juru masak apalagi saya. Jangan disangka saya tidak bisa menikmatinya, sepiring pasta dengan rasa bumbu khas rempah Indonesia bersatu dengan tekstur pasta Italia adalah kreasi Adi yang tandas saya habiskan malam itu.

Setelah acara makan, baru kami memulai mencicipi kopi dengan mesin espresso Expobar Office Control yang mereka beli setelah acara pernikahan mereka. “Kalau orang lain beli rumah, kami menghabiskan uang dengan satu mesin espresso dan satu blender merek Blendtec” kata mereka berdua sambil tertawa. Kami menikmati espresso dari Starbucks region Kosta Rika dan Yunan yang ia atur waktu ektraksinya dari 23, 24, hingga 25 detik untuk mendapatkan waktu ektraksi yang cocok untuk menghasilkan rasa terbaik dari sebuah kopi. Dengan kata lain,  jangan terpaku pada pakem bahwa ektraksi espresso harus selalu 25 detik atau pada angka tertentu. Kompleksnya berbagai faktor yang mempengaruhi kopi harus disiasati dengan pencarian yang disebut Adi sebagai  sweet spot yang berbeda antara satu kopi dengan yang lainnya.

“Pada saat pelatihan barista yang kami lakukan kepada klien, mereka bisa menghabiskan satu kilogram per orang. Ini sengaja kami lakukan agar barista tahu benar rasa kopi yang ia sajikan, bukan hanya berfungsi sebagai penyaji semata” katanya.

Sebagai konsultan di berbagai restoran dan cafe, pasangan suami istri ini bertanggung jawab penuh terhadap strategi market (bukan marketing), desain menu yang disajikan, hingga pemilihan sumber daya manusia. “Kalau ada yang mau buka cafe di Jakarta, kami akan bertanya dulu di mana lokasinya, Jakarta Barat, Timur, Utara, atau Selatan. Karena masing2 wilayah punya karakteristik peminum kopi yang berlainan dari segi jenis kopi hingga harga yang harus dibayarkan”. Konsultasi awal ini akan terus berlanjut secara intens manakala klien akan diberikan petunjuk bukan hanya dari hal2 yang sudah disebutkan di atas, tapi juga termasuk pemilihan alat dari para suplier berikut pelatihan tenaga kerjanya.

Setelah masa start-up, mereka akan terus mengikuti perkembangan klien nya hingga mereka bisa jalan sendiri hingga kurang lebih setahun sampai mereka bisa dilepas. “Kadang sulit menyesuaikan dengan keingin para pemilik yang melenceng dari konsep awal, tapi kami tidak bisa berbuat apa2 karena itu hak mereka. Komponen terbesar dalam usaha cafe biasanya dalam desain interior selain sewa lokasi. Orang datang ke cafe tidak semata-mata ingin menikmati kopi, tapi juga membeli suasana yang ditawarkan. Setelah itu yang paling sulit adalah pengaturan sumber daya manusia yang dipekerjakan karena pemilik harus berhadapan dengan karyawan yang kadang punya prilaku tidak terpuji” ujarnya.

Kalau tidak ingat waktu mungkin obrolannya bisa lebih panjang, apalagi  masih banyak yang harus ditanyakan. Selain itu, jarang2 saya dibuatkan pasta oleh seorang chef, juru masak yang punya kualifikasi Q Grader atau ahli pencicip kopi berikut 3 shot espresso dan satu latte art di atas.  Jadi, hatur nuhun Kang Adi & Mia atas waktunya ngobrol dengan saya … 🙂

5 Responses to “Adi W. Taroepratjeka”


  1. 1 prast February 18, 2010 at 11:39 pm

    satu lagi punggawa kopi yang harus saya catat namanya 🙂
    sekali lagi…like your post mas toni

  2. 2 shely Setiana February 19, 2010 at 3:03 pm

    untuk Pak TONY

    Acungan jempol dua yah atas blognya tentang kopi.
    saya jadi bener2 kaget ternyata kopi itu seninya banyak banget.

    cap jempol dua untuk pak tony

    Makasih Shely … enjoy the posts.

  3. 3 Dony Alfan February 19, 2010 at 5:23 pm

    Sering denger namanya, baru kali ini lihat wajahnya 🙂

    Kang Adi, kenalkan Donny, blogger Solo yang belum sempat saya temui … 🙂

  4. 4 levi February 19, 2010 at 9:27 pm

    semakin banyak hutang saya kepada dunia kopi.. masih banyak yg harus dibayar dengan belajar. informative post.

  5. 5 luvkatz February 20, 2010 at 7:05 am

    hahaha ini dia kang Adi, sang “ratjoen” kopi 🙂 boleh dibilang beliau ini yang meracuni saya dengan kopi. Awal ketemu beliau pas cupping sama kawan-kawan Jalansutra di “etc” cafe, Bandung. Kagum saya dengan pembawaan beliau dan caranya menyampaikan sesuatu. Sekarang sedang tur Makassar bareng Jalansutra, pulangnya pasti ada cerita tentang kopi lagi hehehe. Again, nice post Mas Toni 🙂

    Wah sudah kenal rupanya … 🙂


Leave a comment




February 2010
M T W T F S S
1234567
891011121314
15161718192021
22232425262728

Koleksi foto Flickr

toni wahid. Get yours at bighugelabs.com/flickr